Senin, 16 Desember 2013

Puisi Angkatan 50-60an Karya Ajip Rosidi


Jante Arkidam

Sepasang mata biji saga
Tajam tangannya lelancip gobang
Berebahan tubuh-tubuh lalang dia tebang
Arkidam, Jante Arkidam

Dinding tembok hanyalah tabir embun
Lunak besi di lengkungannya
Tubuhnya lolos di tiap liang sinar
Arkidam, Jante Arkidam

Di penjudian di peralatan
Hanyalah satu jagoan
Arkidam, Jante Arkidam

Malam berudara tuba
Jante merajai kegelapan
Disibaknya ruji besi pegad
ean

Malam berudara lembut
Jante merajai kalangan ronggeng
Ia menari, ia ketawa

Mantri polisi lihat ke mari!
Bakar meja judi dengan uangku sepenuh saku
Wedana jangan ketawa sendiri!
Tangkaplah satu ronggeng berpantat padat
Bersama Jante Arkidam menari
Telah kusibak ruji besi’

Berpandangan wedana dan mantri polisi
Jante, Jante Arkidam!
Telah dibongkarnya pegad
ean malam tadi
Dan kini ia menari’

‘Aku, akulah Jante Arkidam
Siapa berani melangkah kutigas tubuhnya
batang pisang,
Tajam tanganku lelancip gobang
Telah kulipat ruji besi’

Diam ketakutan seluruh kalangan
Memandang kepada Jante bermata kembang
sepatu

Mengapa kalian memandang begitu?
Menarilah, malam senyampang lalu!’

Hidup kembali kalangan, hidup kembali penjudian
Jante masih menari berselempang selendang
Diteguknya sloki kesembilan likur
Waktu mentari bangun, Jante tertidur

Kala terbangun dari mabuknya
Mantri polisi berada di sisi kiri
‘Jante, Jante Arkidam, Nusa Kambangan!’

Digisiknya mata yang sidik
‘Mantri polisi, tindakanmu betina punya!
Membokong orang yang nyenyak’

Arkidam diam dirante kedua belah tangan
Dendamnya merah lidah ular tanah

Sebelum habis hari pertama
Jante pilin ruji penjara
Dia minggat meniti cahya

Sebelum tiba malam pertama
Terbenam tubuh mantri polisi di dasar kali

‘Siapa lelaki menuntut bela?
Datanglah kala aku jaga!’

Teriaknya gaung di lunas malam
Dan Jante berdiri di atas jembatan
Tak ada orang yang datang
Jante hincit menikam kelam

Janda yang lakinya terbunuh di dasar kali
Jante datang ke pangkuannya

Mulut mana yang tak direguknya
Dada mana yang tidak diperasnya?
Bidang riap berbulu hitam
Ruas tulangnya panjang-panjang
Telah terbenam beratus perempuan
Di wajahnya yang tegap

Betina mana yang tak ditaklukkannya?
Mulutnya manis jeruk Garut
Lidahnya serbuk kelapa puan
Kumisnya tajam sapu injuk
Arkidam, Jante Arkidam

Teng tiga di tangsi polisi
Jante terbangun ketiga kali
Diremasnya rambut hitam janda bawahnya

Teng kelima di tangsi polisi
Jante terbangun dari lelapnya
Perempuan berkhianat, tak ada di sisinya
Berdegap langkah mengepung rumah
Didengarnya lelaki menantang:
‘Jante, bangun! Kami datang jika kau jaga!’

‘Datang siapa yang jantan
Kutunggu di atas ranjang’

‘Mana Jante yang berani
Hingga tak keluar menemui kami?’

‘Tubuh kalian batang pisang
Tajam tanganku lelancip pedang’

Menembus genteng kaca Jante berdiri di atas atap
Memandang hina pada orang yang banyak
Dipejamkan matanya dan ia sudah berdiri di atas tanah
‘hei, lelaki mata badak lihatlah yang tegas
Jante Arkidam ada di mana?’

Berpaling seluruh mata ke belakang
Jante Arkidam lolos dari kepungan
Dan masuk ke kebun tebu

‘Kejar jahanam yang lari!’

Jante dikepung lelaki satu kampung
Dilingkung kebun tebu mulai berbunga
Jante sembunyi di lorong dalamnya

‘Keluar Jante yang sakti!’

Digelengkannya kepala yang angkuh
Sekejap Jante telah bersanggul

‘Alangkah cantik perempuan yang lewat
Adakah ketemu Jante di dalam kebun?’

‘Jante? Tak kusua barang seorang
Masih samar, di lorong dalam’

‘Alangkah Eneng bergegas
Adakah yang diburu?’

‘Jangan hadang jalanku
Pasar kan segera usai!’

Sesudah jauh Jante dari mereka
Kembali dijelmakannya dirinya

‘Hei lelaki sekampung bermata dadu
Apa kerja kalian mengantuk di situ?’

Berpaling lelaki ke arah Jante
Ia telah lolos dari kepungan

Kembali Jante diburu
Lari dalam gelap
Meniti muka air kali
Tiba di persembunyiannya.


Bumi Manusia – Pramoedya Ananta Toer


Bumi Manusia mengisahkan zaman setelah pemerintahan Belanda  yaitu Hindia – Belanda. Kehidupan di Indonesia dimana budaya dan peradaban Eropa dieluk – elukkan sedangkan Pribumi hanya dianggap sebelah mata, diremehkan, ditindas. Didalam novel ini terdapat tiga tokoh utama yaitu Minke, Annelies, dan Nyai Ontosoroh.
***
Minke adalah seorang Pribumi yang bersekolah di H.B.S Surabaya. Sekolah orang – orang Eropa dan begitu terkenal di seluruh penjuru tanah air, yang mengajarkan pendidikan Belanda. Semua guru – gurunya berasal dari tanah Eropa. Minke, Pribumi berdarah Jawa mulai merasa ada yang berbeda pada dirinya semenjak masuk sekolah H.B.S, sepertinya sedikit demi sedikit budaya eropa telah masuk pada dirinya. Pribadinya sedikit melenceng menyalahi wujudnya sebagai orang Jawa.
**
Suatu ketika Robert Surhorf masuk kedalam kamar pemondokan Minke tanpa permisi, tanpa ketok pintu. Betapa kagetnya Minke melihat kelakuan temannya itu. Robert mendapati Minke sedang mengungkungkan gambar seorang yang di idamkannya, Rati Wilhelnima. Melihat Minke seperti itu, Robert menertawai Minke, mengejek, juga mencaci maki. Dia selalu tak senang melihat Minke bahagia. Baginya Pribumi adalah golongan dibawahnya. Tak terima dengan hinaan Robert, Minke kemudian melawan. Tapi Robert tak kehilangan akal, dia mengajak Minke pergi kerumah seorang gadis yang mirip dengan Ratu di fotonya, bahkan lebihcantik darinya. Awalnya Minke tak ingin tapi Robert terus mendesaknya dan mengatainya. Minke merasa tertantang, dan akhirnya menerima ajakan Robert Surhoof.
Robert telah mempersiapkan dokar, mereka menaiki dokar tersebut lalu berangkat kerumah seorang bidadari. Minke tahu niat Robert yang hanya ingin mempermalukannya, tapi Minke tak gentar. Ia bertekad tidak akan kalah dari Robert.
Mereka sampai ditempat tujuan, didaerah Wonokromo. Di sebuah rumah yang berloteng kayu, berpelataran luas dengan tulisan : boerderij buitenzorg. Sampai disana seorang pemuda Indo – Eropa telah menyambut. Teman Robert Surhorf. Dia hanya menyambut Surhorf dan tidak menyambut Minke, pandangannya begiti tajam pada Minke. Lalu juga ada seorang gadis berkulit putih, halus, berwajah Eropa, berambut dan bermata Pribumi, bernama Annelies Mellema. Minke begitu terpukau, dan inilah gadis yang dimaksud Surhorf. Minke melihat Robert Mellema dan Surhorf tenggelam dalam obrolannya mengenai bola, dan Minke tidak mengerti. Ia memutuskan untuk melihat – lihat perabot yang indah di rumah itu bersama Annelies. Di sela percakapan dan obrolan Minke, datang seorang wanita Pribumi, berkebaya putih dihiasi renda – renda mahal. Begitu mengagumkan bagi Minke. Dan juga lebih mengagetkan Minke karena wanita Pribumi itu berbahasa Belanda dengan baik. Annelies memperkenalkan Minke pada Mamanya yang akrab disapa dengan Nyai Ontosoroh. Setelah berkenalan Nyai Ontosoroh pergi untuk melanjutkan pekerjaannya.
Annelies mengajak Minke berjalan – jalan, Minke sempat terkejut melihat Annelies, gadis kecil yang pintar, gesit. Diusianya yang masih muda dia telah membantu Mamanya mengurus perusahaan besarnya. Perusahaan yang di urus oleh dua orang saja, Nyai Ontosoroh dan Annelies. Minke begitu terpesona dengan mereka, terutama pada Nyai Ontosoroh, seorang Pribumi yang tanpa mengenyam bangku pendidikan tapi pengetahuannya begitu luas, mengenai perdagangan, perusahaan, administrasi, perkebunan, peternakan, bahkan mungkin dalam segala hal dia tahu. Nyai Ontosoroh yang hanya belajar otodidak dari suaminya Tuan Mellema. Kedatangan Minke di tengah – tengah keluarga Mellema membawa kesenangan tersendiri, terutama bagi Nyai dan Annelies. Minke yang telah jatuh cinta pada Annelies, dan begitu pula Annelies, minke yang jatuh cinta pada keluarga itu, anggapan mengenai keluarga Mellema selama ini yang salah, berbeda dari pemikirannya dan juga yang dipergunjingkan oleh para manusia.
Semenjak berkunjung dari rumah Nyai Ontosoroh, kehidupan berjalan seperti sedia kala, hanya Minke sedikit berubah. Boerderij Buitenzorg di Wonokromo seperti memanggil Minke, wajah Annelies yang selalu membayanginya. Minke seperti terkena sihir atau guna – guna. Minke kemudian pergi kerumah kerabatnya, Jean Marrris, menceritakan apa yang terjadi padanya sehingga dia berubah menjadi linglung. Jean Marris berpendapat bahwa Minke sedang dalam kesulitan, dia sedang jatuh cinta. Minke berusaha menyangkal pendapat Jean Marrris. Jean Marris menganjurkan Minke untuk datang kembalai ke rumah Annelies untuk dapat mengetahui benar tidaknya pendapatnya itu.
Dari rumah Jean Marris, Minke pulang ke pemondokan. Darsam telah menunngunya dengan membawa surat dari Nyai Ontosoroh. Minke lalu membaca surat itu, berisi permohonan agar Minke datang ke Wonokromo, semenjak kepergiannya Annelies sering melamun, tak makan, pekerjaannya banyak yang terbengkalai, dan salah. Darsam masih menunnguinya, menanti jawaban Minke. Saat itu juga Minke pergi ke Wonokromo bersama Darsam.
Surat Nyai memang tidak berlebihan, Annelies kelihatan susut. Kedatangan Minke membuat raut wajah Annelies berubah menjadi bahagia. Mulai hari itu juga Minke berpindah dari Pemondokan tinggal di rumah Nyai, Wonokromo. Kamar untuknya telah dipersiapkan, dan Annelies yang menata pakaian Minke. Kedatangan Minke yang sangat berarti bagi Annelies. Annelies sering bercerita pada Minke mengenai keluarganya, dan kehidupannya. Minke menjadi curhatan Annelies. Dari cerita Annelies mengenai mamanya yang dahulunya seorang Pribumi yang kemudian dijual oleh ayahnya kepada Tuan Mellema. Mamanya yang kini bernama Nyai Ontosoroh menjadi gundik Tuan Mellema, papanya seniri. Papa Annelies yang sangat baik pada mamanya, papanya menjadi guru untuk mamanya, mengajari mamanya berbagai hal hingga mama bisa sampai seperti ini. Papanya guru yang baik, pintar dan mama menjadi murid yang patuh. Mamanya hanya belajar dari papanya, dari buku secara otodidak. Semakin lama mamanya semakin mahir, dan mamanya mulai ikut dalam bisnis papanya, mengelola seluruh lahan. Tapi semenjak suatu kejadian, semua menjadi berubah. Kejadian dimana anak papanya Insyinyur Mellema datang. Dia datang menemui papanya, mengolok – ngolok papa, menuntut hak, juga menginjah harga diri mama. Semenjak itu papa menjadi aneh, dia jarang pulang. Dan semua yang mengurus perusahaan mama dan Arnelies. Arnellies keluar dari sekolah sejak kelas 7. Sejak saat itu pula mamanya sangat benci kepada papanya. Dia tidak memaafkan apa yang telah diperbuatnya. Mamanya tak ingin Robert dan Annelies seperti papanya, Tuan Mellema. Dari cerita Annelies ini, Minke menjadi mengerti tentang keluarga ini.
Cerita yang didengar Minke dari Annelies ini dijadikan bahan tulisannya, dengan sedikit gubahan yang bercampur dengan khayalannya. Minke mengirimkannya pada sebuah majalah, dan telah dimuat. Nyai datang pada Minke dan Annelies ketika mereka sedang mengobrol. Dengan selembar Koran S.N.v/d D di tangannya. Nyai menunjukkan sebuah cerpen yang berjudul Buitengewoon Gewoone Nyai die Ik ken. Nyai seperti mengenali tulisan tersebut, nama pena Max Tollenar. Seketika itu pula wajah Minke berubah pucat. Ia segera mengaku pada Nyai bahwa tulisan tersebut adalah tulisannya. Mama sudah menduganya, dan bangga pada Minke. Dari situ mama bercerita mengenai dunia cerita yang ia ketahui pada Minke. Minke mendengarnya dengan seksama. Dia sering dikejutkan dengan pengetahuan – pengetahuan mama mengenai dunia cerita dan kepenulisan. Nyai merupakan guru tidak resmi dengan ajarannya yang cukup resmi.
**
Pukulan yang keras pada pintu kamar Minke, memaksanya harus bangun dan membukakan pintu. Minke mendapati mama berdiri di hadapannya, memberitahu Minke bahwa ada yang menunngunya. Minke menemui orang berada sitje, mereka memberikan surat perintah untuk membawa Minke. Panggilan dari kantor polisi B. Minke tak mengerti mengapa dia ditangkap, dia merasa tak pernah melakukan kesalahan, dia berusaha menggingat. Tak sesuatupun dilakukannya. Minke dan mama memaksa pengantar surat untuk memberitahu duduk perkara, tapi si pengantar tidak buka mulut, diam. Setelah mandi dan makan pagi, Minke bersama agen polisi berangkat. Dokar membawa Minke kekantor polisi Surabaya, disana Minke ditinggalkan oleh agen polisi, entah kemana. Setelah menunggu lama agen polisi itu datang, mengajak Minke kembali naik dokar menuju ke stasiun. Setelah membeli tiket, mereka naik kereta. Entah akan dibawa kemana Minke, dia sendiri bingung, hatinya sebal dengan perlakuan yang didapatnya. Sampai di kota B, mereka turun kembali, meninggalkan stasiun dengan dokar. Minke kenal dengan suasana di perjalanan tersebut, tidak menuju ke Kantor Polisi B, menuju tempat lain, memasuki Kantor Kabupaten, terletak didepan sebelah samping gedung bupati. Lalu agen itu menyuruh Minke mencopot sepatu melepas kauskaki. Menyuruh Minke merangkak menapaki lantai yang dingin, dan berhenti tepat didepan kursi goyang.
Didepan kursi Minke memberi hormat pada Kanjeng Bupati.  Kanjeng Bupati yang tak lain adalah ayahandanya sendiri. Minke kaget mengetahui bahwa yang dihadapannya adalah ayahnya sendiri. Ayahnya marah besar atas kelakuan yang diperbuat Minke, tidak pernah membalas surat darinya, dari Ibu, dan kakaknya. Juga karena kepindahan Minke dari Pemondokan ke Wonokromo. Ayahandanya marah besar, Minke diberi hukuman pukulan berkali – kali. Pemaksaan kepulangan Minke dikarenakan akan adanya pesta pengangkatan ayahandanya sebagai bupati, dan Minke diberi mandat untuk menjadi penerjemah dalam bahasa Belanda. Setelah menghadap ayahandanya, Minke kemudian menemui Ibunya. Bundanya yang amat sayang padanya tak marah dan tak menyalahkan. Hanya memberi wejangan agar perbuatannya jangan di ulangi lagi. Selain itu Ibunya juga mengingatkan agar tidak lupa dengan dirinya, Pribumi darah Jawa, jangan sampai terlalu terlena dengan budaya Eropa.
Resepsi pengangkatan ayahandanya dimulai, semua terlihat indah, dan lengkap. Gamelan, para penari, umbul – umbul telah dipasang. Minke didandani ala satria Jawa, mengenakan baju khas Jawa, ia kelihatan gagah, dan tampan. Malam kebesaran dalam hidup ayahanda Minke tiba juga. Gamelan telah mendayu – dayu pelahan. Tamu telah pada berdatangan. Ayah dan Ibu Minke memasuki ruang resepsi di pendopo, disusul abang Minke di depan dan Minke dibelakangnya. Acarapun dimulai dengan sambutan dari Tuan Assisten Residen B yang berbicara dengan bahasa belanda. Tuan Asisten Residen B mennunjuk Minke sebagai penterjemeh dalam bahasa Jawa. Sejenak Minke gugup, tapi secepat kilat ia bisa mendapatkan kepribadiannya kembali. Setelah Tuan Asisten Residen B selesai memberi sambutan, giliran ayahanda Minke yang memberi sambutan. Ayahandanya memberi sambutan dengan menggunakan bahasa Jawa karena tidak tahu menahu dengan Bahasa Belanda. Dan Minkelah yang menterjemahkannya kedalam bahasa Belanda. Setelah Ayahanda Minke selesai berpidato, para pembesar banyak yang memberi selamat kepada keluarga mereka. Dan juga banyak dari mereka yang memuji – muji Minke karena kemahirannya dalam menterjemahkan. Selesai itu dilanjutkan dengan hiburan tarian – tarian khas jawa. Semua tamu ikut menari dan menikmati malam itu.
Minke mendapat undangan dari Tuan Asissten Residen B, undangan ini telah menjadi berita penting di kota B. Semenjak pesta pengangkatan ayahanda, Minke banyak mendapat undangan dari para pejabat. Tapi hanya undangan Tuan Asisten Residen B yang Minke datangi. Dan pada sore itu kereta yang dijanjikan sudah datang menjemput Minke menuju gedung karesidenan. Tuan Asissten Residen B sudah menunggu di kebun. Tuan Asissten Residen B mengenalkan dua putrinya Sarah dan Miriam. Mereka lulusan H.B.S dan lebih tua dari Minke. Tuan Residen B membiarkan Minke berbincang – bincang dengan putrinya. Mereka berbicara mengenai sekolah H.B.S, bercerita mengenai pelajaran, bertukar pikiran, berbicara mengenai Jawa, mengenai Belanda. Mereka begitu berbeda pandangan. Tapi dari perbedaan ini mereka semakin akrab, dan akhirnya menjadi sahabat. Sarah dan Minke sangat menyukai Minke. Dia ingin Minke terus maju, mengangkat kaumnya Pribumi.
Selesai dengan urusan di kota B, Minke meminta izin pada ayah dan bundanya untuk kembali ke surabaya. Mereka tidak mengekang. Hari itu juga Minke kembali ke surabaya dengan kereta. Di kereta ada seseorang yang aneh selalu mengintai Minke, si Gendut agak sipit. Sampai di perron Surabaya Minke menghampiri Annelies. Si Gendut sipit terus mengintai Minke sembari melirik Annelies. Minke terus mengawasinya karena curiga. Minke dan Annelies menuju Darsam menaiki dokar untuk pulang ke Wonokromo. Di perjalanan Darsam tidak menuju langsung ke Wonokromo melainkan ke suatu tempat lain. Darsam mampir disebuah warung kecil. Sampai di warung itu Darsam turun, mengajak Minke turun juga. Dan Annelies menunggu di andong. Di warung Darsam memberitahu Minke bahwa ada seorang yang jahat sedang mengintai Minke. Dugaan Darsam adalah Robert, dia iri pada Minke karena Nyai dan Annelies lebih menyayanginya. Selesai pembicaraan Darsam dan Minke melanjutkan perjalanan. Minke memutuskan untuk kembali ke Kranggan. Sampai di Kranggan Annelies yang tidak tahu apa – apa protes pada Minke. Minke beralasan ingin tinggal di Kranggan untuk konsentrasi pada ujiannya. Annelies begitu kecewa dengan keputusan mendadak Minke. Tapi Minke memutuskan ini demi kebaikan semuanya.
            Sampai di rumah Wonokromo, Annelies menemui Nyai Ontosoroh (mamanya) dengan menangis. Nyai Ontosoroh bingung dengan sikap Annelies yang seperti itu, yang manja dan ini untuk pertama kalinya Annelies menginginkan keinginannya dituruti. Menginginkan Minke kembali ke Wonokromo lagi. Sikap Annelies ini membuat Nyai begitu khawatir. Badannya bertambah panas. Nyai memerintahkan Darsam untuk menjemput dokter Martinet, untuk segera mengobati putrinya, Annelies. Kejadian Minke yang tidak kembali lagi ke Wonokromo membuat Nyai Ontosoroh curiga kepada sulungnya, Robert. Nyai memanggil Robert dan menanyainya, Robert tidak mengaku, ia merasa tak bersalah dalam kejadian ini. Nyai begitu geram kepada Robert, ia memerintah Robert untuk pergi ke kepolisian. Mencarikan keterangan mengenai Minke. Robert pergi menunggangi kuda, melaksanakan perintah dengan terpaksa. Tapi Robert tetaplah Robert, dia tidak melaksanakan perintah Ibunya. Ia berhenti di rumah plesiran milik seorang Tiong Hoa. Disana seorang Tiong Hoa mulai meracuni Robert dengan menyuguhkan perempuan penghibur yang cantik – cantik. Robert terpikat dengan perempuan Jepang. Dia melenceng dari tugasnya, tidak ke kentor polisi melainkan bersenang – senang dengan perempuan penghibur. Selang beberapa hari setelah bersenang – senang, Robert kembali ke Wonokromo. Ia mengendarai kuda dengan tenang tak tergesa. Ia berhenti pada tangga rumah, melepas kuda tanpa mengikatnya dan naik, berdiri dihadapan Nyai dan Annelies. Robert dengan penampilan yang berbeda. Penampilannya mengingatkan Nyai pada kejadian lima tahun lalu, dimana Tuan Mellema yang pergi dari rumah dan pulang dengan dandanan dan bau minyak wangi mirip seperti Robert. Membuat Nyai benci. Semenjak itu pula Robert tak pernah lagi menginjakkan kaki dirumah.
            ***
            Minke bangun pada jam sembilan pagi dengan kepala pusing. Ada sesuatu yang mendenyut – denyut diatas matanya. Beberapa kali Meevrouw Telinga mengompresnya dengan cuka bawang – merah. Minke memaksakan tubuhnya untuk bangun dari ranjang, menuju kebalakang dan mandi dengan air hangat yang telah dipersiapkan oleh Mevroouw Telinga yang begitu bawel terhadapnya. Perempuan Eropa yang begitu sayang padanya. Setelah selesai mandi, berpakaian dan bersisir rapi, Minke pergi kerumah Jean Marrais. Jean masih tetap dengan kesibukannya, melukis. Dan May yang mengetahui kehadiran Minke, langsung mendatanginya, duduk dipangkuannya dengan manja. Jean dan Minke berbincang – bincang.
            Di sela – sela perbincangan Minke mengawasi seorang gendut yang bersarung yang sedang membeli rujak duduk dibawah pohon asam di seberang jalan, Minke mencurigainya karena kemiripannya dengan si Gendut yang mengikutinya akhir – akhir ini. Minke menghampirinya bersama Jean dan Tuan Telinga yang baru saja datang. Tuan Telinga malah ingin mengusir si Gendut yang mencurigakan itu. Tuan Telinga mengusir si Gendut yang mencurigakan. Sempat mereka bertengkar hebat tapi telah terselesaikan. Dan si Gendut pergi.
            Minke mendapat surat dari Miriam de la Croix, sedikit mengobati peningnya. Surat dari Miriam membuat Minke menangis. Surat indah dari Miriam yang sangat berharap Minke untuk terus maju, berpengharapan atas diri Minke. Miriam yang mkenghendaki agar Minke berharga bagi bangsanya sendiri. Minke begitu beruntung mendapatkan sahabat seperti Miriam dan Sarah yang memperhatikan dan terus meotivasinya. Setelah membaca surat dari Miriam, Minke melipatnya kembali. Sudah terlihat Darsam, menjemput Minke untuk kembali ke Wonokromo. Mengabarkan Annelies yang sedang sakit keras. Tanpa fikir panjang Minke menuruti ajakan Darsam kembali ke Wonokromo. Wonokromo yang menyihirnya.
            Sampai di Wonokromo Darsam dan Nyai langsung mengantarkan Minke menuju Annelies yang terbaring sakit, tak berdaya. Nyai memasrahkan Annelies pada Minke. Minke berusaha membangunkan Annelies yang tak berdaya. Sedikit demi sedikit mata Annelies terbuka. Annelies bangun. Minke yang ditunggu – tunggunya telah berada disampingnya. Minke bak seperti obat bagi Annelies. Obat yang begitu pas hingga sakitnya hilang. Begitupula dengan Minke. Mereka kembali sehat. Penyakit merah jambu anak muda. Cinta. Dokter Martiner juga menyerahkan Annelies pada Minke. Dan kini dokter yang menangani Annelies adalah Minke. Mau tak mau Minke harus menerimanya. Mendampingi Annelies sampai dia benar – benar sehat. Sampai dia bisa kembali ceria seperti sediakala. Beberapa hari Minke merawatnya, Annelies mulai membaik. Rutinitasnya telah kembali, membantu Nyai bekerja seperti biasanya.
            Minke kembali bersekolah, sudah lama dia tidak masuk, melebihi batas sertifikat dokter, dan Tuan Direktur Sekolah memaafkannya. Dia mengejar ketertinggalannya dan  sama sekali tak ada kesulitan baginya. Kini Minke berangkat kesekolah dengan bendi mewah yang telah disiapkan Nyai. Semua terlihat berubah. Terutama diri Minke sendiri. Teman – teman sekolahnya banyak yang berubah agak menjauhinya, juga guru – guru bersikap seperti itu. Minke merasakan bahwa dirinya bukan yang dulu lagi. Kini dia tidak suka bercanda. Merasa lebih berbobot. Tapi kini keliling disekolah Minke bukan lagi kecerahan melainkan kesunyian. Satu – satunya orang yang tidak berubah hanyalah guru bahasa dan sastra Belandanya, Juffrouw Magda Peters. Pelajarannya membahas mengenai sastra dan yang berkaitan mengenai tulisan, yang tentunya didalamnya terdapat unsur – unsur Belanda. Setiap dia mengajar semua murid selalu mengikutinya dengan cermat, bahkan semua guru – guru lain juga mengikutinya dengan cermat. Dalam pelajaran ini selalu diadakan diskusi bersama dan ini sangat menarik. Tapi kali ini, Magda Peters mengajak muridnya membahas mengenai tulisan yang berjudul Uit het schoone Leven van een mooie Boerin karya Max Tollenaar. Ya, tulisan Minke sendiri dan itulah nama penanya. Tulisan yang begitu bagus menurut Magda Peters, hanya sayangnya terbit di Hindia. Dalam diskusi yang begitu mengasyikkan, tiba – tiba Surhorf memotong Magda Peters dan mengolok – olok tulisan Max Tollenaar. Surhorf telah mengetahui bahwa tulisan itu adalah tulisan Minke. Didalam forum diskusi, Surhorf membeberkan semuanya, membongkar kedok Minke. Mempermalukannya. Terbongkar kedok Minke sebagai pemilik tulisan tersebut. Mengetahui hal itu, tanggapan Magda Peters justru berbeda dengan yang lainnya. Dia memberi selamat pada Minke dan begitu bangga padanya. Satu – satunya muridnya yang telah berhasil membuat tulisan yang menarik. Magda Peters tak peduli dengan omongan Surhorf.
***
            Di Wonokromo Minke sudah merasa tenang dan aman. Kini Robert tak lagi ada. Kali ini sikap Annelies begitu manja pada Minke. Annelies tak ingin tidur bila tak ditemani Minke. Dan malam ini Minke harus menemaninya juga mendongengkan cerita untuknya. Disela - sela Minke mendongeng, Annelies tiba – tiba menangis. Annelies menceritakan kejadian buruk selama hidupnya pada Minke. Minke bukanlah orang pertama. Annelies begitu takut bila Minke pergi meninggalkannya. Minke begitu cemburu mengetahui hal itu. Minke bertanya pada Annelies, siapa bajingan yang telah berani berbuat seperti itu padanya. Annelies hanya menangis dan gagap – gagap menjawab, menyebutkan nama abangnya, Robert. Annelies menceritakan semuanya. Minke begitu benci mendengar cerita Annelies, hatinya sakit tak terima. Dipeluknya Annelies dan Minke percaya padanya. Kepercayaan Minke adalah hidup bagi Annelies.
            Esok pagi hari, Darsam kelihatan gelisah, sedikit – sedikit memunculkan diri dihadapan Minke, Annelies, juga Nyai Ontosoroh agar setiap saat dapat dipanggil bila diperlukan. Dia berjaga – jaga dari kemungkinan si Gendut yang telah Minke ceritakan padanya. Darsam juga sudah mengetahui si Gendut itu sendiri. Ketika Minke. Nyai, dan Annelies sedang duduk diteras, nampak Darsam berlari membawa parang telanjang ditangan menuju gerbang. Disana nampak sekilas si Gendut sedang berjalan ke jurusan Surabaya. Melihat Darsam seperti itu Minke berpekik padan Darsam, memerintah Darsam untuk tidak melakukan apa – apa. Minke berlari mengejar Darsam. Dan Darsam terus berlari mengejar si Gendut. Ia tak peduli dengan perintah Minke. Melihat Minke yang berlari mengejar Darsam, Anneliespun mengikuti Minke. Dia berlari mengejar Minke. Juga Nyai yang mengikuti mengejar Annelies. Si Gendut yang tahu sedang dikejar, lari tunggang langgang menyelamatkan diri. Setelah sampai dipelataran Ah Tjong, si Gendut menghilang. Nyai memerintahkan semuanya untuk tidak masuk pada rumah plesiran itu, tapi semua tak mempedulikan. Darsam memasuki rumah plesiran itu, disusul dengan Minke dibelakangnnya. Mereka tak menemukan si Gendut. Tapi yang mereka temukan adalah seorang yang terbaring tak bernyawa, Tuan Mellema. Nyai dan Annelies begitu kaget melihat keadaan Tuan Mellema. Disini tempat persembunyiannya selama ini. Selang beberapa saat muncul wanita Jepang dengan pemuda, Robert. Mengetahui Nyai, Darsam, dan Annelies, Robert melarikan diri. Darsam mengejar namun ia kehilangan jejak Robert. Kemudian datang beberapa orang polisi, mereka mengusut kasus ini. Juga meminta semua yang ada disitu untuk dimintai keterangan.
            Telah diketahui bahwa kematian Tuan Mellema disebabkan karena keracunan. Kematian Tuan Mellema menyebabkan berbagai media gencar memberitakannya. Juruwarta banyak yang berdatangan ke rumah Nyai Ontosoroh untuk mendapatkan keterangan. Tak ada seorangpun yang memberi jawaban. Diantara Nyai, Darsam, Annelies, Minke tak ada yang ditahan. Kesempatan ini digunakan Minke untuk menulis laporan yang lebih benar tentang kejadian ini. Diumumkan oleh S.N.v/d D. Laporan – laporan yang dimuat Minke dianggap sebagai sumber terpercaya. Cuti seminggu dari sekoalah dipergunakan Minke untuk menulis, membantah berita – berita tak benar dan tersirat. Namun muncul tulisan dan berita lain, yang katanya berasal dari pihak kepolisian. Muncul juga berita mengenai si Gendut. Mengetahui hal ini polisi kemudian mengusut berita mengenai berita si Gendut. Miriam dan Sarah de la Croix menyatakan simpati atas kejadian yang telah menimpa Minke. Mereka yakin bahwa Minke tidak bersalah. Surat Bunda yang mengibakan menyatakan berduka cita disamping menyatakan murka Ayahanda yang sudah tak ingin mengakui Minke sebagai anak. Nyai Ontosoroh nampak tenang – tenang saja menghadapi masalah ini. Sidang pengadilan tak dapat dihindari. Robert Mellema dan si Gendut tak dapat ditemukan. Maka pengadilan menghadapkan Babah Ah Tjong sebagai terdakwa. Pengadilan putih. Pengadilan Eropa.  Dua minggu lamanya sidang berlangsung. Motif pembunuhan tetap tidak peroleh dari Ah Tjong. Keputusan pengadilan mengecewakan orang banyak : hukuman sepuluh tahun penjara dan kerjapaksa. Ah Tjong menerima hukuman yang dijatuhkan dan segera masuk penjara. Pembantu – pembantunya dijatuhi hukuman antara tiga sampai lima tahun.
            Pengadilan untuk sementara telah selesai dan Minke kembali bersekolah. Semua orang yang berada dipelataran sekolah melihat Minke dengan pandangan yang aneh. Belum sampai masuk kelas seseorang menyampaikan perintah Tuan Direktur untuk Minke. Dan menghadaplah Minke pada Tuan Dirrektur. Tuan Direktur mengucapkan selamat atas kemenangan Minke di Pengadilan. Tapi dibalik itu Tuan Direktur menyampaikan bahwa Minke dikeluarkan dari sekolah karena pergaulannya yang berbeda dengan anak – anak lainnya. Juga ketika sidang yang telah dengan senonoh menyebut Minke telah tidur sekamar dengan Annelies, menyinggung urusan pribadi Nyai Ontosoroh dengan menyebutnya Gundik. Seluruh urusan pribadi dicampuri dalamm sidang tersebut. Nyai Ontosoroh tetap tegar menghadapi. Pihak sekolah H.B.S takut bila hal ini meracuni siswa H.B.S lainnya. Minke menerima keputusan dari pihak sekolah.
            Sepuluh hari setelah terbit tulisan Max Tollenar tentang masalah Totok, Indo, dan Pribumi, Magda Peters datang ke Wonokromo menemui Minke. Tuan Direktur memanggil Minke dan Magda Peters memaksa Minke untuk menemui. Tuan Direktur menerima Minke dengan senyum ramah. Semua murid diperintahkan pulang. Semua guru dipanggil berkumpul. Tuan Direktur membuka peretemuan. Tulisan terakhir Minke mengantarkannya sampai disini. Tulisan yang menyinggung Humanisme. Membuat banyak orang terharu membacanya. Dan akhirnya Minke diterima lagi sebagai siswi H.B.S. Pertemuan selesai, semua guru memberi ucapan selamat dengan wajah angker, kecuali Magda Peters. Ia begitu gembira.
            Dirumah keluarga Telinga, Minke telah menunggu surat Bunda, dan sebagaimana galibnya tertulis dalam dan huruf Jawa. Bunda yang begitu menyayangi Minke. Disetiap bait tulisannya selalu tersirat makna juga nasihat. Bunda yang tak pernah menghukum Minke. Dan kini dalam suratnya, Bunda menyetujui hubungan Minke dengan Annelies. Minke terharu pada Bundanya yang begitu pengertian terhadapnya. Sedangkan Minke selalu mengecewakan Bundanya. Keinginan Bundanya agar Minke punya kemampuan menulis Jawa belum juga dipenuhi olehnya.
            Pesta lulusan sekolah H.B.S diadakan. Setelah tiga bulan lamanya Minke belajar dan belajar. Para orang tua dan wali murid duduk bebanjar. Semua : Totok, Indo, beberapa orang Tionghoa, dan tak Pribumi barang seorang pun. Minke mengajak Nyai untuk hadir, namun Nyai menolaknya. Maka Minke datang bersama Annelies. Dengung sorak ramai pesta kelulusan begitu terasa. Dibuka dengan sambutan Tuan Direktur yang memberikan ucapan selamat pada para siswa yang telah lulus, ucapan selamat untuk menempuh kehidupan gemilang di masyarakat, ucapan selamat untuk para siswa yang hendak meneruskan di Nederland. Setelah menyampaikan pidato, kemudian di umumkan pelulus nomor sati di sekolah H.B.S. dan siswa yang disebutkan adalah Minke. Menyadari hal itu Minke hampir tak percaya. Minke gugup naik keatas panggung. Dia tak menyangka seorang Pribumi bisa berada diatas Eropa. Dan pada saat pesta kelulusan itu juga disampaikan undangan lisan kepada seluruh tamu untuk menghadiri  pesta pernikahan Minke. Hari itu menjadi hari bahagia Minke.
            Pesta perkawinan yang direncanakan sederhana diubah menjadi besar karena undangan saat kelulusan. Beberapa hari sebelum pesta pernikahan Bunda datang sebagai satu – satunya wakil dari keluarga Minke. Bunda jatuh sayang pada Annelies, calon menantunya yang begitu cantik. Baju pengantin yang dikenakan Minke dibawakan oleh Bunda, batikan Bunda sendiri dan sudah bertahun – tahun disimpan dalam peti. Setiap hari ditaburi kembang melati. Satu untuk Minke dan satu untuk menantunya, Annelies. Bunda juga memberikan keris sebagai pasangan dari kain batik.
            Sebelum pesta perkawinan, Bunda yang merias Minke. Ini untuk terakhir kalinya Bunda merumat Minke. Di sela – sela kebersamaan Bunda dengan Minke, Bunda menasihati Minke. Bunda memberikan wejangan agar Minke selalu mengingat adab dari Satria Jawa yang kelak disampaikan pada anak – anaknya. Lima syarat yang ada pada satria Jawa : wisma yang berarti rumah. Tanpa rumah orang tak mungkin satria. Wanita yang berarti tanpa wanita satria menyalahi kodrat sebagai lelaki. Turangga yang berarti kuda, alat yang dapat membawa kemana – mana. Kukila yang berarti burung, lambang keindahan, kelanggengan. Dan yang terkhir curiga yang berarti keris, lambang kewaspadaan, kesiagaan, keperwiraan, tanpa keris empat yang lainnya akan binasa bila mendapat gangguan. Kesan mendalam yang ditinggalkan Bunda terhadap Minke.
            Tamu berdatangan memenuhi ruang depan, ruang dalam, dan tarub. Acara resepsipun dimulai. Minke dan Annelies menikah dengan tata cara Islam. Semua undangan menghandiri pernikahan Minke. Pernikahan ini membuat haru semua orang. Banyak ucapan selamat yang berdatangan dari teman – teman Minke. Juga surat dari sahabat – sahabatnya. Sejak saat itu Minke dan Annelies syah menjadi pasangan suami istri.
            Enam bulan telah lewat. Dan terjadilah apa yang harus terjadi. Annelies dan Nyai dipanggil bersama Nyai menghadap Pengadilan Putih. Dan Annelies mendapat panggilan utama. Semuanya terkejut dengan surat panggilan tersebut. Selesai sidang dan sampai dirumah Annelies dan Nyai berwajah miram. Sedih. Annelies tak bicara apa – apa. Nyai menyodorkan surat – surat dari pengadilan pada Minke. Surat – surat yang berisi hak – hak kuasa kekayaan Tuan Mellema yang seluruhnya jatuh pada anaknya Maurits Mellema, berkas – berkas yang begitu banyak. Juga surat yang menunjuk Mauris Mellema menjadi wali bagi Annelies Mellema. Pengajuan gugatan terhadap Sanikem atau Nyai Ontosoroh dan Annelies Mellema kepada Pengadilan Putih Surabaya tentang perwalian atas Annelies Mellema dan pengasuhannya di Nederland.
            Minke ingin pingsan membaca surat – surat resmi tersebut. Sejak itu Annelies menjadi berubah, kesehatannya kembali terganggu. Nyai sudah menyewa advokat untuk membantu menyelesaikan perkara ini. Inilah perkara bangsa kulit putih yang menelan Pribumi, menelan Nyai, Annelies, dan Minke. Nyai dan Minke tak ingin menyerah dalam perkara ini. Mereka terus melawan. Dan takkan malu bila kalah. Pribumi harus mempertahankan hak – haknya, tidak hanya ditindas oleh Eropa saja. Berbagai cara dilakukan oleh Nyai dan Minke. Mulai dari Minke, yang menulis mengenai perkaranya dan mengirimkannya diberbagai media. Ia menulis dalam bahasa Belanda dan Melayu. Untuk mendapat perhatian masyarakat. Dan Minke berhasil. Para Pribumi yang berdandan ala Madura dengan membawa parang berdemo didepan Pengadilan Putih. Juga para elemen yang berasal dari organisasi Islam yang membela Minke.
            Annelies dan Nyai mendapat panggilan dari Pengadilan Putih lagi. Dan yang hadir adalah Nyai dan Minke, sedangkan Annelies sendiri tidak mungkin, karena sakit dan dalam penjagaan Dokter Martinet. Dalam sidang keputusan Pengadilan Surabaya memutuskan untuk Juffrouw Annelies Mellema akan diangkut dengan kapal dari Surabaya lima hari yang akan datang. Mendengar keputusan itu, Nyai membantah dan begitu geram, benci, dengan marah tak terkira Nyai dan Annelies meninggalkan pengadilan. Keputusan Pengadilan Surabaya menerbitkan amarah banyak orang dan golongan. Serombongan orang Madura menyerang orang Eropa. Sejak itu pula rumah Nyai Ontosoroh dijaga ketat oleh kepolisian Belanda. Tak seorangpun diizinkan masuk. Bahkan Darsampun diusir. Dokter Martinet tidak diizinkan masuk. Dan sekarang Minke dan Nyai yang menjaga Annelies.
            HARI INI – HARI TERAKHIR
            Annelies agak normal walau kurus, pucat, matanya mati. Ia meminta Minke untuk bercerita mengenai negeri Belanda. Dan Minke mulai bercerita. Sekenanya apa yang Minke ingat diceritakannya. Annelies juga meminta Minke untuk bercerita tentang laut. Sebentar kemudian datang seorang perempuan Eropa yang mengambil alih kuasa Minke terhadap Annelies. Dia memerintahkan Nyai untuk mempersiapkan pakaian Annelies. Annelies kemudian berbicara pada mamanya, ia meminta mamanya agar membawakan kopor coklat tua, yang dulu dipakai mamanya untuk meninggalkan rumah selama – lamanya. Annelies ingin membawa kopor tersebut, dengan kopor itu ia akan pergi. Hanya kopor itu dan kain batikan Bunda, pakaian pengantinnya. Sembah sungkem Annelies pada Bunda B. Annelies menyuruh mama untuk membuang kenangan yang telah berlalu. Mama terlarut dalam sedu sedan tangisnya. Dan Annelies mempunyai permintaan terakhir kepada mamanya. Annelies ingin mamanya mengasuh seorang adik perempuan yang manis, yang tidak menyusahkan seperti Annelies, hingga sampai mama merasa tanpa Annelies lagi. Tangis mama terus menderu, menyesal tak dapat mempertahankan Annelies. Dan permintaan terakhir Annelies pada Minke, untuk mengenang kebahagiaan yang pernah mereka alami bersama.
            Perempuan Eropa mulai menarik Annelies, menuntunnya. Annelies tenggelam dalam pembisuan dan ketidakpedulian. Kehormatannya lenyap. Ia berjalan lambat – lambat meninggalkan kamar, menuruni tangga dalam tuntunan orang Eropa. Badannya nampak sangat rapuh dan lemah. Minke dan mama lari memapahnya tapi dihalau oleh orang Indo dan perempuan Eropa. Minke sudah tak tahu sesuatu. Tiba – tiba ia mendengar tangisnya sendiri. Sebegini lemah kekuatan Pribumi dihadapan Eropa. Minke memanggil – manggil Annelies tapi Annelies tak menjawab, tak menoleh sedikitpun.
            Pintu depan dipersada dibuka. Sebuah kereta Gubermen telah menunggu dalam apitan Maresose berkuda. Sayup – sayup terdengar roda kereta menggiling kerikil, makin lama makin jauh, jauh, akhirnya tak terdengar lagi. Annelies dalam pelayaran ke negeri dimana Sri Ratu Wilhelnima bertahta. Minke berjanji akan menyusul Annelies, membawa Annelies kembali lagi.


Minggu, 08 Desember 2013

Sastra Lisan dan Sastra Tulisan

            Pada dasarnya sastra dan seni bagi masyarakat Indonesia, khususnya yang hidup di pedesaaan adalah kenyataan sehari-hari. Seniman dan sastrawan dalam konsep asli masyarakat pribumi di pedesaan pada hakikatrnya adalah bergerak normal sebagai orang biasa juga, tetapi yang tahu serta menghayati bahwa selain dimensi-dimensi material dan kebendaan biasa.
            Pengungkapan sastra lisan dalam masyarakat kita selalu dilaksanakan dengan gairah dan kreativitas yang menakjubkan, yang tentu saja bersifat estetis, simbolis dan metaforis.
            Di daerah pedesaan penguasaan hasinah sastra lisan dan tradisional masih dianggap sebagai sebuah tolok ukur kepandaian dan tingginya kedudukan sosial seseorang. Tetapi sebaliknya di perkotaan dikalangan kaum terpelajar, mendengarkan sastra lisan dari daerahnya sendiri sudah dianggap ketinggalan zaman. Hal ini berarti penguasaan cipta sastra atau menikmati karya sastra kini tidak lagi menjadi tolok ukur dalam menilai kedudukan seseorang di masyarakat.
            Pengajaran sastra di sekolah hanya merupakan bagian kecil dari mata pelajaran bahasa. Pelajaran sastra terbatas pada uraian definisi teori sastra. Dunia pendidikan kita mengalami “cultural inferiority complex” yang menganggap bahwa kebudayaan nenek moyang sendiri merupakan sesuatu yang beku, terbelakang, tak sesuai dengan zaman.
            Kerugian yang ditimbulkan jika tradisi liasan mengalami kematian adalah kita akan kehilangan sebuah ensiklopedia sebuah masyarakat. Sastra lisan itu diamankan turun-temurun lewat berbagai tuturan lisan (dongen, mitologi, mitos dsb).
1.3 Sastra Lisan Sebagai Seni dan Ilmu
            Fenomena munculnya sastra di Indonesia menurut Aristoteles ada dua :
1.      Karena manusia mempunyai insting meniru, bahkan sifat dan kebiasaan manusia itu membedakannya dari binatng.
2.      Fakta adanya sebuah gejala universal bahwa ketika melakukan peniruan tersebut, manusia merasakan sensasi-sensasi yang indah dan menyenangkan.
Sastra lisan adalah kreasi estetika dan imajinasi manusia (whell wright, 1965). Sastra lisan memiliki makna-makna semantic yang diaforik, phora. Tradisi lisan memiliki sejumlah objek kajian dengan metodologi yang sesuai dengan disiplin ilmu yang digeluti. Menurut ahli sosiologi tradisi lisan memiliki ciri kolektif dan harus memiliki daya tahan melewati beberapa generasi. Ahli sosiolog membedakan tradisi lisan dari kesaksian-kesaksian atau sejarah lisan yang bersifat personal.
Pentingnya memahami sastra lisan, terutama dalam masyarakat niraksara, disebabkan karena jenis sastra ini berfungsi sebagai wadah hikmat tradisional yang mengandumg konfensi, sistem nilai, adat istiadat dan berbagi norma yang berlaku di masyarakat.
Pengerian sastra lisan menurut para ahli adalah :
1.      Berbagai tutur verbal memiliki ciri-ciri karya sastra pada umumnya (puisi, prosa)
2.      Bagian dari tradisi lisan atau yang biasanya dikembangkan dalam budaya lisan berupa pesan-pesan, cerita-cerita, atau kesaksian-kesaksian dari generasi ke generasi.
3.      Sastra lisan merupakn salah satu mentifact (fakta kejiwaan) yakni fakta yang terjadi dalam jiwa, pikiran atau kesadaran manusia yang dituturkan dan diwariskan melalui bahasa lisan.

1.4 Sastra dan Kebudayaan Lisan
  Perbedaan antara komunikasi informasi tertulis dan lisan sangat besar diantaranya indera penglihatan dan indera pendengaran. Penglihatan bersifat memecah belah dan serentak dengan itu terjadi indifidualisasi sedangkan pendengaran bersifan mempersatukan. Perbedaan antara komunikasi lisan dan tulis itu perlu dipahami mengingat implikasinya yang sangat besar terhadap penampilan peradaban manusia pada umumnya.
Tiga model kebudayaan ditinjau dari sudut situasi komunikasi yaitu :
1.      Kebudayaan kelisanan primer
2.      Kebudayaan keberaksaraan
3.      Kebudayaan kelisanan sekunder
1.5 Kerangka Sastra Lisan di Indonesia
            Menurut para ahli bahwa khusus untuk teori sastra Indonesia tidak perlu dan tidak baik diadakan pemisahan antara sastra lisan dan tulis. Menurut Teeuw, penggabungan sastra tulisan dan lisan itu perlu dan peril dijadikan frame of reference dalam memahami sastra se- Indonesia. Empat faktor yang mendasari kesimpulan Teeuw :
a.       Ada kesamaan hakiki dalam struktur dam motif antara sastra lisan dan sastra tulisan.
b.      Prinsip variasi sebagai hal yang essensial dalam sastra lisan, ternyata relevan pula untuk sastra tulis di Indonesia.
c.       Ada kaitan sastra lisan dan sastra tulis dalam fungsi sastra sebagai performing art.
d.      Dalam sastra Indonesia modern, ternyata fungsi sastra sebagai  performing art masih menduduki peranan yang penting.
1.6 Apa Sastra Lisan itu ?
              Banyaknya pernyataan para ahli apa itu sastra lisan, menyebabkan kita sebagai orang awam sulit memahami apa sastra itu ?
Mazhab Formalis Rusia adalah salah satu perintis ilmu sastra modern. Menurut mereka, yang menjadikan sebuah teks sebagai wacana satra bukanlah aspek isi melainkan karena wacana tersebut mengfungsikan ‘sarana-sarana’ kesastraan. Pedoman pra pemahaman menurut Jauss:
1.      Genre, bentuk dan tema dalam apa yang disebut sebagai karya sastra.
2.      Pengetahuan mengenai oposisi antara bahasa sastra dan bhasa sehari-hari.

1.7 Ciri-ciri Sastra Lisan
              Sastra lisan adalah bentuk-bentuk kesusastraan atau seni sastra yang diekspresikan secara lisan. Ciri-ciri sastra lisan menurut Rusyana:
1.      Sastra lisan tergantung kepada penutur, pendengar, ruang dan waktu
2.      Antara penutur dan pendengar terjadi kontak fisik
3.      Bersifat anonim
Empat ciri utama sastra lisan:
1.      Sastra lisan adalah teks sastra yang dituturkan secara lisan
2.      Sastra lisan dalam berbagai bahasa daerah
3.      Sastra lisan selau hadir dalam versi-versi dan varian-varian yang berbeda
4.      Sastra lisan bertahan secara tradisional dan disebarkan dalam bentuk standar/relatif tetap waktu yang cukut lama.
5.      Sastra lisan memiliki konvensi dan poetikanya sendiri
Teori-Teori Analisis Sastra Lisan: Madzab Finlandia dan Teori Parry-Lord

4.1 Madzab Finlandia: Historis Komparatif
4.1.1 Latar Belakang
            Aliran ini berkembang di Finlandia, berpusat Helsinki. Aliran ini mengembangkan teori dan metode historis komparatif yang bersifat sistematik. Krohn dan Arne adalah pelopor studi historis komparatif.
4.1.2 Cara kerja penelitian
            Puluhanribu cerita rakyat dari seluruh dunia dikumpulkan, diklasifikasikan dan disusun sedemikian rupa. Untuk penggolongan cerita rakyat, madzab ini menggunakan dua kriteria dasar yaitu type dan motif. Type berarti cerita tersebut digolongkan berdasarkan tipe atau jenis.
Aarne Thompson mengklasifikasikan dongeng berdasarkan tipenya yaitu :
1.      Animales tales (dongeng binatang)
2.      Tales of magic ( dongeng tentang hal-hal magis)
3.      Religious tales ( dongeng keagamaan)
4.      Realistic tales atau Novelle ( dongeng realistic )
5.      Tales of the stupid orgre/giant/devil ( dongeng tentang raksasa atau hantu yang bodoh)
6.      Anecdotes and jokes ( anekdot dan lelucon)
7.      Formula tales ( dongeng yang memiliki formula )
Motif didefinisikan sebagai anasir terkecil dalam sebuah cerita yang mempunyai daya tahan dalam tradisi. Ada beberapa motif yang ditemukan dalam berbagai cerita rakyat diantaranya :
1.      Motif berupa benda ( tongkat wasiat,lampu ajaib, dll )
2.      Motif berupa hewan yang luar biasa (kuda terbang, singa berkepela manusia )
3.      Motif berupa konsep ( larangan atau tabu )
4.      Motif berupa suatu kebiasaan ( ujian ketangkasan, minum alcohol )
5.      Motif tentang penipuan terhadap suatu tokoh ( raksasa, hewan )
6.      Motif yang menggambarkan tipe orang tertentu (abu nawas yang pandai, si pander yang selalu sial )

Jika ditemukan dua motif yang sama pada dua kelompok etnis yang berbeda, maka mereka mengajukan dua pandangan teoritis yang berbeda.
1.      Teori monogenesis : teori yang mengatakan bahwa motif tertentu pasti berasal dari suatu daerah
2.      Teori polygenesis : teori yang berpandangan bahwa motif-motif tersebut merupakan penemuan-penemuan tersendiri yang tidak ada kaitannya atau sejajar.
4.1.3 Kelebihan dan Kelemahan
            Kelemahan mazhab finlandia
a.       Tidak mudah melakukan klasifikasi terhadap berbagai cerita rakyat berdasarkan tipe dan motif
b.      Kesimpulan tentang tua mudanya dan asli tidaknya varian tertentu sebuah cerita rakyat pun sangat sukar di buktikan.

Kelebihan mazhab Finlandia
a.       Buku-buku mereka masih tetap mempunyai nilai sebagai acuan yang berharga dalam melakukan studi sastra rakyat.
4.2 Teori Parry- Lord : Penciptaan sastra lisan
4.2.1 Latar Belakang
   Penciptaan sastra lisan diilhami oleh ilmu sastra klasik barat, khususnya penciptaan puisa Odysee dan Ilias karya Homerus. Menurut Parry Formula adalah sekelompok kata yang secara teratur digunakan dengan kondisi metris yang sama untuk mengekspresikan sebuah gagasan yang esensial.
Menurut teori Parry- Lord, proses penciptaan sastra lisan dapat dicermati dari cara mereka memnfaatkan persediaan formula yang siap pakai sesuai dengan konvensi sastra yang berlaku. Jika diringkas teori Parry dan Parry- Lord tentang penciptaan sastra lisan itu mencakup aspek-aspek: formula dan ungkapan formulaik, tema-tema atu kelompok gagasan, dan teori penciptaan atu pewarisa.
4.2.2 Formula dan Ungkapan Formulaik
            Formula adalah kelompok kata yang secara teratur dimanfaatkan dalam kondisi matra yang sama untuk mengungkapkan satu ide pokok. Ungkapan formulaik adalah larik atu separuh larik yang disusun berdasarkan formula. Baik formula maupun ungkapan formulaik merupakan unsur-unsur yang siap kakai dalam arti setiap kali tukang cerita bertutur unsur-unsur tersebut pasti dipergunakan.

4.2.3 Tema atu Kelimpok Gagasan
            Dalam jagat sastra lisan Lord menyebutkan bahwa ada sejumlah ide atu kelompok-kelompok ide yang secara teratur digunakan dalam penceritaan. Menurut beliau kelompok-kelompok ide itu sebagai tema-tema atau themes.
            Untuk mengungkapkan yang terdapat dalam sebuah sastra lisan, seorang peneliti harus membandingkan versi-versi sebuah cerita yang sama atupun beberapa cerita yang berbeda untuk menunjukan manakah adegan-adegan siapa pakai ataupun deskripsi bagian-bagian cerita yang disiapkan dalam konvensi.

4.2.4 Prosedur Pewarisan
            Teknik-teknik penciptaan dan cara tradisi itu diturunkan penyair lisan pada murid-murid atau pengikutnya. Menurut Perry Lord, cerita-cerita tidak diceritakan turun-temurun melainkan dibawakan secara sepontan dan sesuai minat pendengar.